Ikuti berbagai opini dosen di Institut Teknologi Telkom Purwokerto
Memaknai Bridging Technology For Humanity
Mimpi besar itu berbunyi bridging technology for humanity. Adalah suatu rangkaian narasi yang sesungguhnya sangat visioner dan powerfull untuk suatu lembaga yang notabenenya merupakan kawah candradimuka bernama Institut Teknologi Telkom Purwokerto, Mengapa Demikian? Baiklah, untuk memulai proses eksplorasi makna dari visi tersebut, setidaknya bisa awali dari keresahan-keresahan yang ada dalam imajinasi kita. Adapun keresahan tersebut bisa dimulai dari pertanyaan seperti berikut ini, Pertama apakah sebetulnya maksud dari konstruksi pemikiran dibalik mimpi besar bridging technology for humanity untuk lembaga pendidikan sebesar Institut Teknologi Telkom Purwokerto, Kedua apakah relevansi bridging technology for humanity hari ini, tentu lebih lengkap lagi bisa saja ditambahkan pertanyaan lanjutan perwujudannya seperti apa, dan Ketiga kondisi seperti apa yang dikehendaki dari bridging technology for humanity pada masa yang akan datang.
Rangkuman tiga (3) keresahan di atas setidaknya dapat direkonstruksi, dimaknai serta ditemukan peta jalanya sebagai bagian tidak terpisahkan dari ikhtiar terus-menerus baik dari sisi jihad dalam perspektif struktural maupun jihad dalam perspektif kultural. Penyematan diksi jihad struktural berarti upaya pengerahan segala resources yang ada untuk bersama-sama mengeja bagaimana mewujudkan kondisi seperti yang diharapkan dalam bingkai bridging technology for humanity, pada sisi yang lain tentu perlu dibarengi dengan jihad kultural yang mana menjadi nafas dari upaya menuju internalisasi bridging technologi for humanity kepada seluruh elemen lembaga Institut Teknologi Telkom Purwokerto secara inklusif dan berkelanjutan.
Mari kita coba temukan jawaban dari ketiga keresahan seperti diulas sebelumnya, Pertama tentang konstruksi pemikiran dibalik slogan bridging technology for humanity adalah sejalan dengan tujuan berdirinya Institusi pendidikan yakni untuk memberikan dukungan serta sumbangsih nyata kepada problem-problem masyarakat sebagai hasil dari proses pengayaan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Slogan tersebut pada dimensi yang lain juga turut memberi andil terhadap orientasi perjuangan institusi pendidikan terhadap penyebarluasan nilai-nilai kebermanfaatan yang tinggi, bukan justru sebaliknya hanya semakin mengokohkan identitasnya sebagai menara gading. Singkat cerita Perguruan Tinggi semestinya selalu menjadi pionir serta penggerak bagi perubahan peradaban kehidupan yang lebih baik, dengan begitu kepercayaan publik terhadap Perguruan Tinggi akan semakin mengkristal dengan sendirinya. Kedua, menyoal relevansi serta perwujudan bridging technology for humanity, disini penulis sangat meyakini bahwa slogan tersebut related dengan problematika kebangsaan hari ini, dimana kompas kemajuan peradaban global salahsatunya ditandai dengan menguatnya peranan teknologi untuk memecehkan aspek-aspek kehidupan manusia. Alhasil semakin hari semakin banyak istilah-istilah baru dalam perkembangan dunia teknologi, diantaranya internet of things, augmented reality, 3D & 4D printing technologies etc, tentu ini baru bagian kecil dari kemajuan teknologi itu sendiri.
Kepiawaian Perguruan Tinggi dalam mengkonsolidasi imajinasi tentang masa depan adalah kunci bridging technology for humanity selalu mendapat tempat dalam memberi solusi pada problem-problem hari ini dan yang akan datang, tentu dengan manifestasi problem solving pada beragam sektor yang membutuhkanya. Ketiga segala ikhtiar dalam rangka melangitkan harapan tentang bridging technology for humanity hendaknya tercermin dalam ragam aktivitas yang menuju kesana. Adapun kondisi yang dikehendaki dari perwujudan bridging technology for humanity haruslah berangkat dari niat untuk membawa perubahan ke arah yang lebih baik secara terus-menerus (continuous improvement). Alhasil bridging technology for humanity bisa dimaknai sebagai cara meniti jalan, melangitkan asa bahwa hadirnya teknologi sejatinya untuk memudahkan manusia, membantu manusia lepas dari belenggu kebodohanya, lalu tumbuh menjadi insan-insan cendikia yang terdidik dan tercerahkan.
Small Medium Enterprise
Slogan bridging technology for humanity turut mengawali tonggak berdirinya Institut Teknologi Telkom Purwokerto, tidak saja mengawali, lebih jauh dari itu merupakan fondasi perjuangan Institusi ini menatap segala rintangan dan tantangan kedepan. Menarik apabila, penulis mencoba menguraikan apa saja perwujudan yang dimaksud dalam bridging technology for humanity, mengapa perlu diuraikan? Karena konteks humanity memiliki spectrum yang sangat luas, sehingga untuk memudahkan dalam proses mengeja maka penulis mengambil salah satu ilustrasi sederhana, yakni bagaimana kontekstualisasi bridging technology for humanity dalam aspek yang lebih spesifik, yaitu bridging technology for small medium enterprise.
Small Medium Enterprise atau biasa disebut UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) merupakan salah satu pilar penting penyangga ekonomi ummat, pertanyaan muncul kemudian, lantas mengapa harus identik dengan ekonomi ummat? Ya setidaknya definisi sangat awam yang bisa disematkan untuk memahami UMKM adalah, ketika kita melihat adanya pasar tumpah, foodcourt dan atau semacamnya. Oleh karenanya menjadi sangat wajar manakala identitas UMKM erat kaitanya dengan ekonomi kelas menengah dan bawah yang mendominasi sehingga wajar saja jika UMKM dikaitkan dengan ekonomi ummat. Uniknya, banyaknya UMKM yang terlihat kasat mata awam tersebut nyata-nyata masih jauh api dari panggang, Negara Indonesia masih belum bisa keluar dari tugas rumah yaitu, mengakselerasi pertumbuhan UMKM baru dan scalling up UMKM ecxisting untuk naik kelas menjadi perusahaan establish yang jauh lebih mapan. Penulis menilai tantangan UMKM kedepan jauh lebih kompleks, penyebabnya tentu anomali dunia usaha yang sangat dinamis serta diperparah dengan mewabahnya Covid-19 setahun berjalan ini. Turbulensi ekonomi akibat dampak wabah Covid-19 tampaknya telah menginfeksi cukup serius dunia UMKM, alhasil kemampuan bertahan dalam situasi yang tidak mudah ini praktis mutlak harus dilakukan. Penulis disini coba merangkum sebagian tantangan besar yang dihadapi dunia UMKM dewasa ini, diantaranya adalah 1) tantangan akan efisiensi dan efektivitas proses bisnis, 2) tantangan akselerasi kompetensi SDM yang dimiliki, 3) tantangan modernisasi bisnis ditengah melesatnya perkembangan teknologi dan 4) tantangan membangun engagement kuat bersama user serta mitra strategis. Hadirnya wabah Covid-19 pada sisi yang lain, memberikan alarm bahwa dalam mengkonsolidasi manajemen usaha, lebih-lebih UMKM sudah tidak lagi mengikuti logika linear semata, namun inilah saatnya untuk berfikir secara eksponensial, pendek kata lompatan kreativitas jauh lebih relevan dibanding hanya mengikuti paradigma “mengalir saja”.
Melihat fenomena turbulensi ekonomi akibat Covid-19, sebetulnya Pemerintah sudah mengantisipasi jauh-jauh hari dengan melakukan beragam upaya untuk dapat mengakselerasi pertumbuhan dan peningkatan UMKM melalui beberapa program unggulan. Sebut saja salah satu diantaranya adalah program 100.000 UMKM go online yang direncanakan akan dilaksanakan secara serentak di 30 kabupaten/kota di Indonesia mulai 2019 seiring dengan Visi Presiden Ir. Joko Widodo yang akan menjadikan Indonesia sebagai Digital energy of Asia. Namun pada pelaksanaan program tersebut perlu dukungan para stakeholder yang terkait, perlu didorong untuk optimalisasi kerjasama antara Pemerintah baik pusat maupun daerah, dudi (dunia usaha dan industri), Perguruan Tinggi, komunitas, serta lembaga-lembaga terkait lainnya. Optimalisasi kerjasama perlu ditingkatkan dengan menambah content kerjasama strategis, misalnya dengan mengelaborasi seluruh stakeholder untuk mendukung inovasi melalui simpul-simpul inovasi di setiap kabupaten untuk mengakselerasi tercapainya upaya modernisasi UMKM baik yang sudah ada (excisting) maupun UMKM baru.
Battle field baru di era ekonomi digital sudah semestinya di identifikasi dengan cermat oleh semua pihak. Gaya pertempuran lama pun juga tentu berbeda, dalam sekejab semua berubah, sementara dalam klausul ekonomi digital siapa yang tidak menyesuaikan diri dengan perubahan maka akan merasakan gangguan yang dasyat (atau terdistrub) sehingga kecil kemungkinan untuk bisa bersaing, jika sudah begitu pilihanya hanya 2, tidak berkembang dan tersingkir dari area battle field. Siapa saja yang tidak mau upgrading pengetahuan dan teknologi akan terhempas dari pusaran kompetisi. Membangun ekosistem inovasi menjadi jawaban atas keresahan tersebut, karena battle field era sekarang tidak lagi bertumpu pada Sumber Daya Alam (SDA), melainkan perang antar manusianya sendiri (SDM). Membangun ekosistem riset sama halnya memperkokoh fondasi sebuah bangunan, senada persis dengan yang disampaikan Achmad Zaki CEO Bukalapak dalam acara Indonesia Development Forum 2019 di Jakarta beberapa saat lalu bahwa perusahaan besar dunia seperti General Electric, Google, dan Samsung semakin memperkokoh bisnisnya karena dilatarbelakangi kesadaran akan R & D (Research & Development) yang kuat dalam dunia usaha. Research and development mutlak dilakukan dalam rangka mengakselerasi pengarusutamaan riset-riset baru untuk mendukung pengembangan ekonomi masyarakat. Wabah revolusi industri 4.0 meski diimbangi dengan pengalokasian sumber daya (resources) dalam gerakan riset yang massif sesuai dengan kebutuhan (based on problem) masyarakat.
Alhasil, oleh sebab itulah dalam rangka percepatan pembangunan UMKM dimasa new normal seperti sekarang ini, sebaiknya perlu terobosan untuk membangun kolaborasi strategis antara Perguruan Tinggi, UMKM, Komunitas, Pemerintah, Masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam paket kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. Pelaksanaan kolaborasi menurut penulis sangat mungkin dilakukan asal tetap mengedepankan prinsip resiprokal (simbiosis mutualisme), adapun langkah-langkah realisasi yang bisa dilakukan yaitu Pertama Perguruan Tinggi memfasilitasi dengan membangun Innovation Hub untuk lahirnya riset-riset UMKM, Kedua Perguruan Tinggi memfasilitasi pelatihan serta uji kompetensi teknis UMKM, Ketiga Perguruan Tinggi mendesain kurikulum proyek independen yang membantu mengurai permasalahan di UMKM, Keempat Perguruan Tinggi dan UMKM berkolaborasi meningkatkan hilirisasi riset dan Kelima UMKM perlu membuka diri dengan keterlibatan aktif di dalam Innovation Hub. Setidaknya kelima langkah tadi merupakan upaya membumikan bridging technology for humanity dalam konteks membersamai kemajuan UMKM ditengah tantangan global yang semakin kompetitive, oleh sebab itu penulis beranggapan bahwa upaya-upaya mengeja mimpi besar Institut Teknologi Telkom Purwokerto itu merupakan langkah maju, karena penulis meyakini 1 perbuatan jauh lebih bermakna daripada 1000 kata. Akhirnya penulis hanya bisa merapal doa dalam sanubari yang terdalam, Selamat Dies Natalis yang ke-19 IT Telkom Purwokerto, semoga semakin Jaya, membangun peradaban manusia yang lebih sejahtera.