Memperkuat Kebhinekaan: IT Telkom Kunjungi Masyarakat Adat Bonokeling dan Situs Bersejarah Masjid Saka Tunggal

IT Telkom Purwokerto melakukan kunjungan ke masyarakat adat dan situs keagamaan bersejarah di Banyumas. Kunjungan tersebut merupakan bagian kegiatan kebhinekaan dari Sub Modul Nusantara Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM 4). Kegiatan eksplorasi budaya dan rumah ibadah ini dilakukan di dua tempat yakni lokasi masyarakat Adat Bonokeling dan Masjid Saka Tunggal(4/05/2024).

Masyarakat Adat Bonokeling yang berada di Pekuncen, Jatilawang merupakan sekelompok masyarakat di Banyumas yang masih memegang ajaran kejawen. Kejawen adalah aliran spiritualisme hasil dari akulturasi agama Islam dengan pandangan hidup yang dianut di sebagian Pulau Jawa.

Memperkuat Kebhinekaan: IT Telkom Kunjungi Masyarakat Adat Bonokeling dan Situs Bersejarah Masjid Saka Tunggal

Mahasiswa PPM melakukan interaksi dengan narasumber melalui diskusi dan tanya jawab kepada Ketua Komunitas Adat Bonokeling, Ki Sumantro. Mereka juga diberikan pemaparan mengenai Adat Bonokeling termasuk mengenai jiket (ikat kepala) yang memiliki makna filosofis bagi masyarakat adat Bonokeling.  

Ada juga aliran Islam kejawen Alif Rebo Wage (Aboge) yang menggabungkan antara unsur kebudayaan Jawa dengan Islam, yaitu dalam hal penentuan tanggal.

Koordinator PMM IT Telkom Purwokerto, Dr. Achmad Sultoni, M.Pd mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengenal kebhinekaan dengan mempelajari berbagai keragaman yang ada di Banyumas.

“Melalui kunjungan ke masyarakat Adat Bonokeling, mahasiswa diharapkan dapat mendapatkan banyak pemahaman tentang keberagaman suku, budaya, dan agama Banyumas” ujar Sultoni.

Selain itu, mahasiswa PMM juga melakukan kunjungan ke Masjid Saka Tunggal, salah satu situs keagamaan bersejarah di Banyumas yang menjadi cagar budaya. Mereka bertemu dengan juru kunci 2, Kyai Jimun dan mempelajari sejarah dan keunikan dari masjid tersebut.

Masjid ini merupakan masjid yang usianya lebih dari satu abad, dibangun tahun 1846 tahun Jawa atau 1334 Hijriyah, tepatnya di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon. Bangunan masjid ini merupakan akulturasi dengan mempertahankan budaya tradisional Jawa dan menggabungkan beberapa budaya Eropa.

Masjid ini memiliki keunikan dengan hanya memiliki satu saka pada bangunannya, seperti namanya “Saka Tunggal” di mana biasanya bangunan lain disangga dengan empat saka. Selain itu, dindingnya juga terbuat dari anyaman bambu khas bangunan tradisional.

“Melalui Masjid Saka Tunggal, Cikakak, mahasiswa belajar tentang toleransi sebagai bentuk dari kebhinekaan di negara lndonesia sebagai tempat ibadah umat Islam. Bagi mahasiswa yang non-muslim dapat mempelajarinya sebagai nilai toleransi.” imbuh Sultoni.

Harapan dari program ini, setiap Mahasiswa PMM dapat mempelajari,  memahami dan bangga terhadap budaya, adat istiadat, dan karakteristik sosial kemasyarakatan di Indonesia khususnya bangga pada budaya Banyumas.

Penulis : Syifa || Editor : Silvia VM.

Komentar

Maaf, Anda tidak bisa menulis komentar di post ini

Baca Berita terkait